Sabtu, 06 Juni 2015

gedung bertingkat

0 komentar

PANDAWA LIMA: CHE gue Faza gunadha fay

0 komentar
PANDAWA LIMA: CHE: HANYA DALAM   BEBERAPA JAM AKU MENGUASAI MASA DEPAN, AKU JADI SALAH SATU PETUALANG MASA DEPAN, KEBVENCIAN  ADALAH SALAH SATU ALASAN ELEMEN ...

Kamis, 04 Juni 2015

fot

0 komentar

Potato and Broccoli Cheese Soup

0 komentar


I think I have soup and fall foods on the brain....

2 cups potatoes chopped
3 cups chicken broth
1 onion chopped

combine and cook until potato's are tender

Then add fresh or frozen chopped broccoli and put the lid on until it is tender
after broccoli is cooked;

Add one tsp paprika
Salt and Pepper to taste
7-8 Slices of Kraft American Processed Cheese
Then take 1/4 cup flour and whisk with 2 cups whole milk until blended and no lumps
then add to the soup.

Yummy and Super Easy!!

Easy Oriental Beef and Noodle Toss

0 komentar



1 lb. ground beef or ground turkey
2 pkgs. Oriental ramen noodles
2 cups water
2 cups frozen Oriental vegetables (can sub with fresh or canned veggies)
1/8 tsp. ginger
1 couple drops of sesame oil (optional)

Brown and drain the ground beef.  Add the water, ginger and noodle seasoning packets.  Mix. Break noodles into smaller pieces and add with vegetables to beef mixture.  Cover and cook in medium until noodles are done, and veggies are heated. 


I used chicken and it tasted great!

Filsafat

0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN


1.    Latar Belakang Masalah
    Mempelajari isi al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatnya perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keotentikan isinya yang menunjukkan Maha Besar Allah Pengasih Penyayang, sebagai penciptaannya.
    Berbagai usaha telah dilakukan orang dalam menganalisa isi al-Qur’an itu, dan ternyata makin banyak kita menganalisa dan membahasnya, makin diketahui betapa kecilnya kemampuan orang apabila dibandingkan dengan kebesaran Allah swt.
    Pada makalah ini, kami bukan akan membahas atau menganalisa isi dari al-Qur’an, melainkan kami hanya mencoba mendalami makna atau tafsiran para ulama’ tentang beberapa ayat Al-qur’an yang kami paparkan pada BAB II (PEMBAHASAN).
    Hal yang melatar belakangi para mufasir banyak menafsirkan Al-qur’an yaitu selain corak pemikiran yang berbeda, akan tetapi juga faktor zaman dan pandangan hidup mereka berbeda. Tetapi adanya perbedaan tersebutlah sehingga kita banyak wawasan dan ilmu pengetahuan terutama di bidang tafsir.
    Dalam makalah ini kami bahas tentang beberapa ayat yang ditafsirkan oleh para ulama’, semoga dengan ini kita bisa menambah pengetahuan maksud dari isi kandungan Al-qur’an yang suci tersebut, namun karena keterbatasan ilmu kami, kami hanya menguraikan penafsiran ulama’ pada beberapa ayat dari beberapa surat, yang tentunya bisa kita petik sebagai modal belajar mahasiswa Tarbiyah Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Syehk – Yusuf Tangerang.


2.    Maksud dan Tujuan
a.    Maksud
Maksud dari makalah ini kami terbitkan yaitu :
-    Sebagai tugas diskusi pada mata kuliah Tafsir dengan dosen pembimbing tercinta yaitu, Bpk. Hatta Raharja, SS., MA.
-    Agar kita sebagai mahasiswa mengetahui isi kandungan dari ayat-ayat Al-qur’an yang tidak setiap orang bisa mengetahui secara pasti.
-    Sebagai proses latihan untuk membuat karya ilmiah bagi kami khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa pada umumnya.
b.    Tujuan
Tujuan dari diterbitkannya makalah ini antara lain :
-    Untuk menambah wawasan mahasiswa khususnya Fakultas Agama Islam UNIS Tangerang pada Prodi Tarbiyah.
-    Untuk mendapat nilai Evaluasi Kegiatan Terstruktur II (EKT II) pada mata kuliah Tafsir dengan hasil yang memuaskan kami, sebagai wujud usaha atau keseriusan kami dalam belajar.
-    Makalah yang kami sodorkan kepada anda bukanlah hanya untuk menambah koleksi pada perpustakaan pribadi anda, melainkan bisa bermanfaat bagi anda dan senantiasa direnungkan, dipahami maksud isi makalah yang kami sodorkan ini dan mengakui betapa hebatnya orang-orang pada masa lalu atas kehendak Allah swt.


TERIMA KASIH


Tangerang, 21 Desember 2009
                          Penulis

BAB II
PEMBAHASAN
PRAKTIK TAFSIR TARBAWI

A.     SURAT AL – HAJJ (22) : 41




Artinya :”(yaitu) orang-orang yang jika kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj (22) : 41)

Tafsirnya    :
        Allah swt. menerangkan sifat-sifat orang yang diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar. Mereka ialah para shahabat beserta Nabi Muhammad saw. yang kepada mereka Allah telah menjanjikan kemenangan. Jika kemenangan telah mereka peroleh, mereka tidak seperti orang-orang musyrik dan orang-orang yang gila kekuasaan itu, tetapi akan melaksanakan :
1.    Mereka tetap mendirikan shalat pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perintah Allah swt. mereka benar-benar telah yakin bahwa shalat itu tiang agama, merupakan tali penghubung yang langsung antara Allah dengan hamba-Nya, mensucikan jiwa dan raga, mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar serta merupakan perwujudan taqwa yang sebenarnya.
2.    Mereka menunaikan zakat. Mereka menyakini bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak orang-orang fakir dan miskin, tetapi semata-mata untuk menyerahkan hak orang fakir dan miskin itu kepada mereka. Jika mereka diangkat sebagai penguasa, mereka berusaha agar hak-hak orang fakir dan miskin itu benar-benar sampai kepada mereka.
3.    Menyuruh manusia berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Mereka mendorong manusia mengerjakan amal shaleh, memimpin manusia melalui jalan yang lurus yang dibentangkan Allah swt. mereka sangat benci kepada orang-orang yang biasa mengerjakan larangan-larangan Allah swt.
        Amat benarlah janji Allah. Mereka memperoleh kemenangan yang telah dijanjikan itu. Mereka ditetapkan Allah sebagai pengurus urusan duniawi dan memimpin umat beragama dengan baik. Dalam waktu yang singkat kaum muslimin telah dapat menguasai daerah-daerah di luar jazirah Arab.

B.    SURAT ALI – ‘IMRAN (3) : 138 – 139





Artinya :“Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa. Janganlah kamu melemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang Mu’min.” (QS. Ali-‘Imran (3) : 138-139)

Tafsirnya :
            Pernyataan Allah : Ini adalah penjelasan buat manusia, juga mengandung makna bahwa Allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi itu. Dia tidak mendadak menyiksa manusia, karena ini adalah penjelasan petunjuk jalan lagi peringatan.
        Pada ayat 137 dan 138 secara sangat serasi dan perlahan menghubungkan kelompok ayat-ayat yang lalu dengan kelompok ayat-ayat yang akan datang.             Kelompok ini berbicara tentang perang Uhud. Uraiannya di atas oleh penegasan dua ayat sebelum ini yang menguraikan tentang adanya sunnah atau hukum-hukum kemasyarakat yang berlaku terhadap semua manusia dan msyarakat. Kalau dalam perang Uhud mereka tidak meraih kemenangan bahkan menderita luka dan pembunuhan, dan dalam perang Badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itulah bagian dari Sunnatullah.
        Karena itu disana mereka diperintahkan untuk berjalan di bumi mempelajari bagaimana kesudahan mereka yang melanggar dan mendustakan ketetapan-ketetapan Allah swt.
        Namun demikian, janganlah kamu melemah menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah pula kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami dalam perang Uhud, atau perisitiwa lain yang serupa, tetapi kuatkan mentalmu. Mengapa kamu melemah atau bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah swt. di dunia dan di akhirat, di dunia karena apa yang kamu perjuangkan adalah kebenaran dan di akhirat karena kamu mendapat syurga. Mengapa kamu bersedih, sedang yang gugur diantara kamu menuju syurga dan yang luka mendapat pengampunan Ilahi, ini jika kamu orang-orang Mu’min, yakni jika benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.
        Firman-Nya : Padahal kamulah oaring-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman, dapat juga dilihat dari sisi jalan dan hasil perang itu. Ketika mereka taat kepada Rasul, para pemanah tidak meninggalkan posisi mereka, mereka berhasil menang dan menjadikan kaum musyrikin kocar-kacir, bahkan membunuh dua orang lebih dari masing-masing mereka. Tetapi ketika mereka melanggar perintah Rasul saw. justru mereka yang kocar-kacir sehingga pada akhirnya gugur 70 orang lebih dari pihak Muslimin.
            Setelah perang berakhir, dan kaum muslimin kembali berkumpul mengikuti tuntunan Rasul, semua yang terlibat dalam perang Uhud itu. Tanpa menambah kekuatan, kecuali orang yang sangat mendesak untuk ikut, yaitu Jabir Ibn Abdillah, kembali mengejar kaum musyrikin yang ternyata telah bergegas kembali ke Makkah, setelah mendengar bahwa Rasul saw. datang untuk menyerang mereka. Demikian terlihat bahwa kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
        Dijelaskan juga, pada Surat Ali-Imaran (3) : 138, ini mengandung pesan-pesan yang sangat jelas, bahwa Al-Qur’an secara keseluruhan adalah penerangan yang member keterangan dan menghilangkan kesanksian serta keraguan bagi manusia, atau dengan kata lain ayat ini memberikan informasi tentang keutamaan Al-qur’an yang mengungkap adanya hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Kitab tersebut berfungsi mengubah masyarakat dan mengeluarkan anggotanya dari kegelapan menuju terang benderang dari kehidupan negatif menuju kehidupan positif. Al-qur’an memang adalah penerangan bagi seluruh manusia, petunjuk, serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa.
        Pernyataan Allah ini adalah penjelasan bagi manusia, juga mengandung makna bahwa Allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi tersebut. Dia tidak menyiksa manusia secara mendadak, karena ini adalah petunjuk lagi peringatan.
            Pada ayat 139 ini membicarakan tentang kelompok pada perang Uhud. Pada perang Uhud mereka tidak meraih kemenangan bahkan menderita luka dan pembunuhan, dan dalam perang badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil melawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu merupakan bagian dari Sunnatullah.
            Namun demikian, apa yang mereka alami dalam perang Uhud tidak perlu menjadikan mereka berputus asa. Karena itu, janganlah kamu melemah menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmanimu dan janganlah (pula) kamu bersedih akibat dari apa yang kamu alami dalam perang Uhud, atau peristiwa lain yang serupa, kuatkanlah mentalmu. Mengapa kamu lemah atau bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi Allah, di dunia dan di akhirat. Di dunia kamu memperjuangkan agama Allah itulah sebuah kebenaran, di akhirat kamu mendapatkan surga Allah. Ini jika kamu orang-orang mu’min, yakni benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.
            Bila kita kaitkan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat kita ketahui sebagai berikut :
1.    Mewujudkan bimbingan pada manusia agar tidak binasa dengan hokum-hukum alam.
2.    Mewujudkan kebahagiaan pada hamba-Nya.
3.    Menjadikan manusia yang intelek dan mempunyai derajat yang tinggi.

C.     SURAT ADZ – DZARIYAT (51) : 56


Artinya :”Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat (51) : 56)

Tafsirnya :
        Kalau sebelum itu Allah telah memerintahkan agar manusia berlari dan bersegera menuju Allah swt, maka disini dijelaskan mengapa manusia harus bangkit berlari dan bersegera menuju Allah swt. Ayat di atas menyatakan ; Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia untuk satu manfaat yang kembali pada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktifitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
        Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku) setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa, rezeki yang dibagikan melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang disini karena penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka  redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya, semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah swt.
            Didahulukannya penyebutan kata (          ) al-jinn/Jin dari kata                  (                  ) al-ins/manusia, karena memang Jin lebih dahulu diciptakan Allah swt. dari pada Manusia.
        Huruf (   ) lam pada kata (                    ) liya’buduun, bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah di sembah. Huruf (   ) lam disini sama dengan huruf (   ) lam pada Firman-Nya QS. Al-Qashash (28) : 8, sebagai berikut :


        Bila huruf (   ) pada kata liyakuna dipahami dalam arti “agar supaya”, maka ayat diatas berarti : maka dipungutlah dia oleh keluarga Fir’aun agar supaya dia (Musa) yang dipungut itu menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka.
            Memang tidak mungkin huruf lam itu berarti “agar supaya”, karena tentu tidak ada yang mengambil dan memelihara musuhnya. Tujuan Fir’aun ketika menyetujui usul istrinya agar mengambil Musa, adalah agar menjadi penyejuk mata mereka, serta untuk memanfaatkan dan menjadikannya sebagai anak. Tetapi kuasa Allah menjadikan musuh memelihara musuhnya sendiri.
        Huruf lam pada kata (               ) liyakuuna, pada ayat al-Qashash tersebut, demikian juga pada kata (                    ) liyakbuduun, pada ayat diatas dinamai oleh pakar-pakar bahasa lam al-akibah, yakni yang berarti kesudahan atau dampak dari akibat sesuatu.
            Ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakekatnya. Begitu lebih kurang yang di tulis Syekh Muhammad Abduh.
            Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti, shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktifitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hubungan sekspun dapat menjadi Ibadah, jika ia dilakukan sesuai tuntunan agama.
        Nah, ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktifitas manusia dilakukan demi karena Allah, yakni sesuai dan sejalan dengan tuntunan petunjuk-Nya.
            Thabathaba’i memahami huruf lam yang ditafsirkan ini dalam arti “agar supaya”, yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah. Ulama’ ini menulis bahwa tujuan apapun berikutnya adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan itu untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah swt. karena Dia tidak memiliki kebutuhan. Dengan demikian tidak ada bagi-Nya yang perlu disempurnakan atau kekurangan yang  perlu ditanggulangi.
            Namun disisi lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan, adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindarkan. Dengan demikian harus dipahami bahwa ada tujuan bagi Allah swt. dalam perbuatan-Nya, tetapi dalam diri-Nya, bukan diluar Dzat-Nya. Ada tujuan yang bertujuan kepada perbuatan itu sendiri yakni kesempurnaan perbuatan. Ibadah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan kesempurnaan yang kembali kepada penciptaan itu. Allah swt. menciptakan manusia untuk memberinya ganjaran; yang memperoleh ganjaran itu adalah manusia, sedang Allah sama sekali tidak membutuhkannya. Adapun tujuan Allah, maka itu berkaitan dengan Dzat-Nya Yang Maha Tinggi. Dia menciptakan manusia dan jin karena Dia adalah Dzat Yang Maha Agung.
            Sayyid Quthub mengomentari ayat diatas secara panjang lebar, antara lain ditegaskannya bahwa ayat diatas walaupun sangat singkat namun mengandung hakekat yang besar dan agung. Manusia tidak akan berhasil dalam kehidupannya tanpa menyadari maknanya dan meyakininya, baik kehidupan pribadi maupun kolektif. Ayat ini menurutnya membuka sekian banyak sisi dan aneka sudut dari makna dan tujuan. Sisi pertama bahwa pada hakekatnya ada tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin, ia merupakan satu tugas. Siapa yang melaksanakannya maka dia telah mewujudkan tujuan wujudnya, dan siapa yang mengabaikannya maka dia telah membatalkan hakekat wujudnya dan menjadilah dia seorang yang tidak memiliki tugas (pekerjaan), hidupnya kosong, tidak bertujuan dan berakhir dengan kehampaan. Tugas tersebut adalah ibadah kepada Allah, yakni penghambaan diri kepada-Nya.
        Ini berarti disini ada hamba dan disana ada Allah. Disana ada hamba yang menyembah dan mengabdi serta disana ada Tuhan yang disembah juga diarahkan pengabdian hanya kepada-Nya. Demikian tulis Sayyid Qutub yang kemudian menjelaskan bahwa dari pengertian diatas menonjol sisi yang lain dari hakikat yang besar dan agung itu yakni bahwa pengertian ibadah bukan hanya terbatas pada pelaksanaan tuntunan ritual. Allah tidak mewajibkan mereka melakukan hal tersebut.       
        Dia mewajibkan kepada mereka aneka kegiatan yang lain yang menyita sebagian besar hidup mereka. Memang kita tidak mengetahui persis apa batas-batas dari aktifitas yang dibebankan kepada jin. Tetapi kita dapat mengetahui batas-batas yang diwajibkan kepada manusia, yaitu yang dijelaskan dalam Al-qur’an tentang penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi, mengenal potensinya, perbendaharaan yang terpendam didalamnya, sambil mewujudkan apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan, pengembangan, dan peningkatannya. Kekhalifahan juga menuntut upaya penegakan syariat Allah di bumi, juga mewujudkan sistem Ilahi yang sejalan dengan hokum-hukum Ilahi yang ditetapkannya bagi alam raya ini..
        Dengan demikian, ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok.
            Pertama : kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan. Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan Tuhan yang di sembah (dipatuhi), tidak selain-Nya. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.
            Kedua : Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup, semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus. Melepaskan diri dari segala perasaan yang lain dan dari segala makna selain makna penghambaan diri kepada Allah.
            Dengan demikian terlaksana makna ibadah. Dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual, dan setiap ibadah ritual serupa dengan memakmurkan bumi, memakmurkan bumi serupa dengan jihad di jalan Allah, dan jihad seperti kesabaran menghadapi kesulitan dan ridha menerima ketetapan-Nya, semua itu adalah ibadah, semuanya adalah pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah terhadap jin dan manusia dan semua merupakan ketundukan kepada ketetapan Ilahi yang berlaku umum , yakni ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.





D.     SURAT HUD (11) : 61





Artinya :”Dan kepada Samud (kami utus) saudara mereka Shalih, Shalih berkata :”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (Rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. Hud (11) : 61)

Tafsirnya :



            Dan kepada kaum Samud, kami utus saudara mereka, Shalih. Shalih berkata : “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.”
        Kata-kata ini, seperti halnya kata-kata semisalnya yang telah kit abaca, yaitu mengenai penyampaian dakwah yang dilakukan oleh Nabi Hud as.


            Allah-lah yang telah melalui penciptaan kalian dari tanah, yaitu, pertama yang dari padanya Allah menciptakan Adam as. nenek moyang umat manusia, kemudian menciptakan kalian dari sari pati yang berasal dari tanah. Juga melewati bermacam-macam perantara karena sperma (nutfah) yang berubah menjadi sesuatu yang melekat pada uterus (alaqah), kemudian berubah pula menjadi gumpalan daging (mudgoh), kemudian menjadi kerangka tulang yang di balut dengan daging. Asal semuanya adalah darah, sedangkan darah tersebut berasal dari makanan. Makanan itu kadang terdiri dari tumbuhan yang hidup diatas tanah, kadang terdiri dari daging yang berasal dari tetumbuhan setelah melewati satu tahapan atau lebih.

        Dan Allah menjadikan kalian orang-orang yang memakmurkan tanah itu. Artinya, bahwa kaum Nabi Shalih itu ada yang menjadi petani, pengrajin dan ada pula yang tukang batu, sebagaimana tercantum dalam ayat lain :


“Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman.” (QS. Al-hijr (15) : 82)

Kesimpulannya :
            Sesungguhnya Allah-lah yang telah menciptakan bentuk kejadian kalian, dan menganugerahkan kepadamu sarana-sarana kemakmuran dan kenikmatan diatas bumi. Maka, tidaklah takut kamu menyembah Allah, karena Allah-lah yang berjasa dan memberi anugrah kepada kalian. Oleh karena itu, bersyukur kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas.


            Maka, mohonlah kepada Allah supaya mengampuni kalian atas dosa-dosamu yang lalu karena kemusyrikanmu dengan mempersekutukan Allah kepada yang lain, juga atas kejahatan-kejahatan yang telah kamu lakukan. Kemudian kembalilah kalian kepada-Nya dengan memohon taubat tiap kali kamu terlanjur melakukan dosa, semoga Dia mengampuni kalian.


        Sesungguhnya, Tuhanku Maha Dekat kepada hamba-hamba-Nya, tidak samar bagi-Nya permohonan ampun mereka maupun dorongan yang membangkitkan untuk melakukan permohonan ampun. Allah juga Maha Pengampun dan Mengabulkan do’a bagi siapapun yang berdo’a kepada-Nya dan memohon, apabila dia seorang mu’min yang ikhlas.

E.     SURAT AL – FATH (48) : 29








Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang beriman dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka ; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam taurat dan sifat-sifat mereka di dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dari mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath (48) : 29)

Tafsirnya :
            Allah swt. memberitakan tentang Muhammad saw. bahwa dia itu adalah benar-benar utusan Allah, tanpa diragukan dan disanksikan lagi. Oleh karena itu Allah swt. berfirman :”Muhammad itu adalah utusan Allah,” dan pernyataan ini mencakup atas setiap sifat yang mulia dan indah. Kemudian Allah swt. melanjutkan dengan memberikan sanjungan kepada para shahabatnya semoga Allah memberikan keridhaan-Nya terhadap mereka. “Dan orang-orang yang beriman dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka.” Penggalan ini seperti firman-Nya. “…………..maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma’idah (4) : 54)
            Penggalan diatas merupakan sifat yang umum, yang merangkum setiap orang yang beriman. Sedangkan Rasulullah Muhammad dan para Nabi semuanya tentu lebih layak lagi memiliki sifat demikian. Mereka semua keras terghadap orang-orang kafir dan lemah lembut serta berbuat baik terhadap orang-orang yang berperilaku mulia. Mereka memasang wajah seram kepada orang-orang kafir dan menampilkan wajah yang berseri-seri kepada orang-orang beriman.
Nabi saw. telah bersabda :



“Perumpamaan seorang mu’min dalam saling mencintai dan menyayangi diantara mereka adalah bagaikan badan yang satu. Bila salah satu anggotanya mengadu sakit, maka semua anggota badannya akan ikut merasakan demam dan tidak dapat tidur.”
Beliau juga bersabda :


“Orang mu’min terhadap mu’min lainnya itu bagaikan satu bangunan ; sebagiannya memperkuat bagian yang lain. Dan Beliau menjalin jari tangan Beliau.”
        Kedua Hadits ini terdapat dalam kumpulan Hadits Shahih.
            Firman Allah selanjtnya, “Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya” Allah menyifati mereka dengan banyaknya beramal. Dan sesungguhnya shalat itu amalan yang paling baik. Dan Allah juga menyifati mereka dengan keikhlasan mereka terhadap-Nya dan mengharapkan balasan pahala disisi-Nya yaitu, surga yang mencakup atas karunia dan kelapangan rezeki serta keridhaan Allah. Dan ini adalah yang paling besar.
            Firman Allah selanjutnya, “Tanda-tanda mereka tampak pada mereka bekas sujud.” Sima yang terdapat di dalam ayat ini adalah tanda yang baik dan bekas kekhusu’an terhadap Allah swt. berkata setengah ulama’ salaf. “Barang siapa yang banyak melakukan shalat pada malamnya, maka wajahnya akan tampak cerah di siang hari.” Jadi, bila aneka kerahasiaan seorang mu’min itu baik terhadap Allah Ta’ala, Allah akan memperbaiki lahiriahnya dihadapan orang banyak. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Umar Ibn Khattab r.a. yang mengatakan, “Barang siapa orang yang memperbaiki kerahasiannya, Allah swt. akan memperbaiki apa yang tampak dari dirinya.”
        Imam Malik mengatakan, “Telah sampai berita kepadaku bahwa apabila orang-orang Nasrani itu melihat para shahabat Nabi saw. yang telah menaklukkan kota Syam, maka mereka mengatakan. “Demi Allah, mereka lebih baik dari kaum Hawarij (Penolong Nabi Isa as.) sebagaimana menurut kabar tentang mereka yang sampai kepada kami.” Dan, mereka telah berkata jujur tentang hal itu karena umat ini telah diagungkan di dalam kitab-kitab yang terdahulu dan yang paling agung serta paling utama adalah para shahabat Rasulullah saw.
        Sesungguhnya Allah swt. telah memberikan sanjungan kepada Hawarij dengan menyebutkan mereka di dalam kitab-kitab terdahulu, “Demikianlah sifat-sifat mereka dalam taurat.” Kemudian Allah swt. berfirman lagi, “Dan sifat-sifat mereka di dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia “dan meninggi, “dan tegak lurus diatas pokoknya ; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya.” Maksudnya, maka demikian pula halnya dengan para shahabat Rasulullah saw. mereka memperkuat, memperkokoh dan menolong beliau ; mereka bersama Rasulullah bagaikan tunas dengan pokoknya. “Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.”
        Dari ayat diatas Imam Malik Rahimatumullah mengambil kesimpulan tiap kekufuran setiap orang yang membenci para shahabat Nabi saw. sedangkan, hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan para shahabat dan larangan mengkritik mereka banyak sekali. Cukuplah mereka itu sanjungan dan keridhaan yang telah diberikan Allah swt. kepada mereka.
            Kemudian Allah berfirman, “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dari mereka ampunan atas semua dosa yang mereka perbuat” dan pahala yang besar,” yaitu pahala yang melimpah ruah dan rezeki yang mulia. Janji Allah swt. itu adalah benar, tidak akan di langgar, dan tidak akan diganti. Setiap orang yang mengikuti jejak langkah para shahabat maka orang tersebut sekedudukan dengan mereka. Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari Abu Hurairah ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, :




“Janganlah kalian mencaci maki para shahabatku, karena demi jiwaku yang berada dalam gengaman-Nya, kalau saya salah seorang diantara kalian menginfa’kan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan menyamai satu mud gandum dari mereka dan tidak pula setengahnya.”  
BAB III
PENUTUP

        Alhamdulillah, atas izin Allah swt. akhirnya makalah yang kami beri judul “Praktik Tafsir Tarbawi” ini bisa terselesaikan pada waktu yang kami tentukan.
    Dengan datangnya makalah ini mudah-mudahan bukan menambah beban bagi para pembacanya melainkan menambah ilmu pengetahuan di bidang Tafsir dan bisa bermanfaat sesuai harapan kami.
        Tentunya ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada Bpk. Hatta Raharja, SS., MA. Yang telah berkenan membimbing kami untuk memperdalam ilmu Tafsir yang terdapat pada salah satu mata kuliah pada Fakultas Agama Islam Universitas Islam Syekh – Yusuf Tangerang, tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman-teman kelompok pada khususnya dan teman-teman sekelas pada umumnya yang telah mencurahkan isi fikirannya dan meluangkan waktunya demi terealisasinya suatu makalah yang sekarang ada dihadapan anda semua.
    Meskipun makalah yang kami sodorkan jauh dari kesempurnaan, tetapi kami berharap bisa bermanfaat, karena makalah yang ada dihadapan anda adalah wujud upaya kami yang maksimal. Dan perlu kami tekankan bahwa kami masih dalam proses latihan untuk menuju kesuksesan.
    Dan akhirnya, kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan dari anda semua yang membaca makalah kami ini, agar supaya dalam proses terbitan selanjutnya dapat lebih baik dari yang sekarang, Dan mohon maaf apabila kurang bisa memuaskan sesuai harapan anda semua, sekali lagi kami dalam proses latihan dan perbaikan.
                                  



                            Penulis



         

            Daftar Pustaka



-    Depertemen Agama R.I, AL-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta : PT. Pertja,     1985 / 1986), Jilid VI, hal. 538
-    Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), Jilid     2, hal. 224
-    Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), Jilid     13, hal. 335
-    http : //thejargon.multiply.com/reviews/item/33
-    Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang :     CV. Toha Putra, 1993), cet. Ke-2, Jilid 12, hal. 96
-    Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudian dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibn     Katsir, (Jakarta : Gema Insani, 2006), cet. Ke-7, Jilid 4, hal. 412


 
  


 
 lima tahun aku belajar di sekolah “Budi Makmur” ini. Sekolahku berada di
daerah pedalaman. Kondisi sekolahku sangat sederhana. Hanya ada tiga kelas.
Dindingnya terbuat dari papan dan kulit kayu. Sementara atapnya terbuat dari daun
sagu, atau sering disebut daun rumbia oleh suku pedalam. Meja dan tempat duduk
kami terbuat dari papan yang dibuat memanjang. Papan tulis hitam berukuran 1x2
meter menggantung di depan kelasku. Se-kolahku hanya berlantaikan tanah. Kalau
hujan turun, airnya akan masuk ke dalam kelasku hingga menjadi becek.
Sekarang aku sudah kelas enam. Hanya ada empat orang murid di kelasku.
Sedangkan guru yang mengajar di sekolahku hanya ada dua orang. Pak Nantan dan
Pak Kurna, mengajar dari kelas satu sampai kelas enam.
Dalam belajar, kami dan guru senang membaur. Seperti mengerjakan latihan
misalnya, kami sering mengerjakan dan memecahkannya bersama-sama, dan tidak
malu-malu bertanya kalau tidak paham. Kami dan guru terlihat sangat akrab sekali!
Pulang sekolah hari ini aku dibonceng Pak Nantan naik sepeda ontel. Sedangkan
Rizal, temanku, ikut dengan Pak Kurna. Kami sering dibonceng seperti ini karena
rumah kami berdua paling jauh. Jarak rumah ke sekolahku empat kilo meter. Jam
“Abah bangga padamu, Jang. Anak sekecil kamu sudah pandai mengajari Abah dan
Emakmu membaca, menulis dan berhitung,” ujar Abah memujiku.
“Emak juga bangga, Jang. Berkat kamu sekolah, Emak dan Abahmu jadi tak bodoh
lagi. Emak dan Abahmu sekarang sudah bisa membaca walaupun masih mengeja,”
kata Emak lalu mencium kepalaku.
“Terima kasih,” ucapku terharu. “Ini juga berkat Abah dan Emak yang mau
menyekolahkanku hingga aku menjadi pintar dan bisa mengajari Abah dan Emak di
rumah, hehe…”
Abah dan Emak memelukku, dan menciumi kedua pipiku dengan penuh rasa
sayang dan cinta.
Ah, kelak, aku harus bisa membangun kampung ini menjadi lebih maju! Aku ingin
semua orang di kampung ini bisa membaca, menulis dan berhitung. Doakan aku,
ya, teman-teman!***Sebuah


model

0 komentar
Ten Minute Tank | Analisa Murenin for Silhouette